Jumat, 19 April 2013

Wawancara HAR Tilaar (4) Kekuasaan jajah pendidikan

Wawancara HAR Tilaar (4)

Kekuasaan jajah pendidikan

Reporter : Islahudin, Alwan Ridha Ramdani
Jumat, 19 April 2013 08:41:54
Kekuasaan jajah pendidikan
Menteri Pendidikan Muhammad Nuh menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor kepresidenan, Jakarta. (rumgapres/abror rizki)



Kebebasan akademik saat ini sudah mati. Itulah kurang lebih kondisi pendidikan di Indonesia. Ketika menteri pendidikan dan kebudayaan tanpa alasan jelas mengubah kurikulum, nyaris seluruh pemimpin perguruan tinggi bungkam. Padahal mereka tahu itu tidak sesuai prosedur.

"Bukannya mengkritik, malah banyak membela," ujar pakar pendidikan Henry Alexis Rudolf Tilaar saat ditemui Islahuddin dan Alwan Ridha Ramdani dari merdeka.com di rumahnya, Patra Kuningan Utara, Jakarta Selatan, Selasa (16/4) siang. Menurut dia, kebebasan akademik itu sudah kalah dan tergadaikan oleh sistem birokrasi dan kekuasaan.

Dia menegaskan sekarang banyak pakar dan tokoh diam hanya untuk cari aman. Berikut penjelasan Tilaar.

Anda menyebut arah pendidikan Indonesia saat ini tanpa arah, kenapa para rektor perguruan tinggi tidak protes?

Kecuali ITB, malahan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) itu bungkam seribu bahasa. Saya sudah menggelitik ketua perkumpulan LPTK, Sunaryo Kartadinata, Rektor Universitas Pendidikan (UPI) Bandung, mengenai misalnya keputusan MK tentang siapa saja bisa menjadi guru.

Saya kirim pesan pendek kepada Pak Sunaryo supaya punya tanggapan akan hal itu. Apa putusan MK itu memiliki implikasi terhadap LPTK atau tidak? Jawabannya akan segera diadakan pertemuan. Ah nenek moyang lu! Ini terlalu birokratis, kalau dia ngomong takut dipecat.

Apakah karena rektor-rektor ini dipilih dengan suara 35 persen hak menteri pendidikan?

Bisa iya memang, kalau ditanya sebenarnya dia hanya ingin aman. Kalau dia bertentangan dengan kebijakan sudah ada, artinya dia melepaskan kursinya, lebih baik diam saja.

Bagaimana Anda melihat peran LPTK selama ini?

Saya melihat mereka hanya bungkam saja. Lihat bagaimana kurikulum 2013 diumumkan, mereka hanya diam saja. Malah mahasiswa berani bicara. Mereka tidak lagi kritis karena birokrasi, hanya mengikuti suara atasan mereka saja. Apalagi rektornya dipilih dengan 35 persen suara hak mendikbud. Banyak juga pakar tidak kritis lagi karena tidak pernah berpikir keluar dari kotak.

LPTK mendidik dan menghasilkan guru setiap tahun. Kenapa kampus-kampus mendidik para guru itu tidak protes akan kebijakan pendidikan saat ini? Malahan yang bersuara adalah mahasiswa. Buktinya, yang datang ke saya ada tiga BEM, Andalas, UPI dan UIN Jakarta.

Yang lain itu bungkam karena takut. Tiga ini yang bersuara. Jadi apa yang terjadi, kebebasan akademik itu sama sekali sudah mati, tidak ada fungsinya lagi oleh birokrasi. Ini juga sedang digugat UU Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, tapi tidak satu rektor pun mendukung gugatan itu, malahan ada membela.

Ketika anak-anak dari Universitas Andalas datang, sebelum dia ke MK, dia datang ke rumah ini. Kami berdiskusi, ternyata undang-undang nomor 12 ini baju baru dari Badan Hukum Milik Negara (BHMN) sebelumnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Beberapa rektor mantan BHMN membela, mereka sudah keenakan. Ada sebelas rektor, termasuk UPI Bandung, salah satu LPTK jadi BHMN, tapi mahasiswanya berani.

Akan sulit kita minta M. Nuh mundur kalau orang sudah dibungkam. Semua akan tetap berlanjut, demikian pula dengan kurikulum dan lainnya.

Ini yang saya coba kembangkan di Indonesia, hubungan antara pendidikan dan kekuasaan. Ini kurang diperhatikan oleh orang pendidikan. Saya menulis buku soal itu. Buku itu saya tulis di Harvard tahun 2003, Power and Education, ternyata dua hal itu tidak bisa dipisahkan.

Pendidikan itu di bawah tekanan politik praktis tidak kita sadari. Tampak dalam ujian nasional, kurikulum 2013. Itu sebenarnya suatu kekuatan menekan dan tidak kita sadari. Ternyata kekuatan ini dikipas-kipas oleh aliran neoliberalisme. Ini tidak mau kita akui. Kita sebenarnya hanyut dalam aliran itu. Saya pastikan rezim SBY ini sudah jauh mengikuti liberalisme

Berarti menyimpang menurut Anda?

Ya menyimpang dari UUD 1945 sebab liberalisme ini suatu faham bukan menguntungkan rakyat, tetapi kebebasan individu. Siapa kuat dia hidup, yang lemah akan mampus. Akhirnya ini bikin orang miskin dilarang sekolah, orang miskin dilarang sakit.

Apakah setelah reformasi para pemimpin alpa memilih menteri pendidikan berkualitas?

Kita ini kabinet presidensial, tapi partai-partai berkuasa. Nah bagaimana ini?

Apa memang hubungan kekuasaan dan pendidikan masih padu sampai saat ini?

Pendidikan sekarang ini sudah di bawah telapak kekuasaan, termasuk kekuasaan uang. Inilah yang terjadi, pendidikan itu harus muncul dari satu sistem sama. Saya menulis buku khusus soal ini bersama Ryan Nugroho. Dua hal ini, politik dan pendidikan, bisa berjalan beriringan. Politik bisa mengatasi pendidikan, bisa juga pendidikan mengatasi politik.

Hal itu bisa kalau muncul dari nilai yang sama. Nah untuk kita orang Indonesia, nilai yang sama itu adalah Pancasila. Kalau Pancasila sumber dari nilai politik dan pendidikan, dua ini akan saling membantu. Kalau berbeda, akan perang.

Misalnya Prancis, kenapa jilbab tidak diizinkan di sekolah-sekolah negara. Mereka melihat jilbab itu keyakinan agama tertentu. Jadi tidak diperbolehkan. Kemudian juga di Amerika Serikat, saat kolonial tidak diperbolehkan sembahyang. Sebab sekolah umum menganggap itu keyakinan tertentu.

Kalau pendidikan kita boleh berafiliasi pada keyakinan tertentu, biarkan saja. Tapi bagaimana caranya itu mengikat kebhinekaan, meski pun itu sulit.
[fas]

 http://www.merdeka.com/khas/kekuasaan-jajah-pendidikan-wawancara-har-tilaar-4.html
http://www.merdeka.com/khas/kekuasaan-jajah-pendidikan-wawancara-har-tilaar-4.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar