Jumat, 03 Mei 2013

Kisah Sosrokartono, orang Indonesia paling jenius

Kisah Sosrokartono, orang Indonesia paling jenius

Reporter : Hery H Winarno
Jumat, 3 Mei 2013 08:27:00
Kisah Sosrokartono, orang Indonesia paling jenius
R.M Panji Sosrokartono. ©2013 Merdeka.com



Dua hari lalu, puluhan siswa SD Nahdlatul Ulama (NU) Nawa Kartika, Kudus, Jawa Tengah memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei. Peringatan tersebut diisi dengan acara ziarah ke makam Sosrokartono.

Sekitar 155 siswa kelas V SD NU Nawa Kartika didampingi guru berziarah ke makam salah satu pejuang pendidikan tersebut. Lalu siapa Sosrokartono?

Lahir di Mayong dengan nama Raden Mas Panji Sosrokartono pada hari Rabu Pahing tanggal 10 April 1877 M. Beliau adalah putera R.M. Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara.

Sejak kecil Sosrokartono sudah mempunyai keistimewaan, beliau cerdas dan mempunyai kemampuan membaca masa depan. Kakak dari ibu kita Raden Adjeng Kartini ini, setelah tamat dari Eropesche Lagere School di Jepara, melanjutkan pendidikannya ke H.B.S. di Semarang. Pada tahun 1898 Sosrokartono lalu meneruskan sekolahnya ke negeri Belanda.

Sosro awalnya masuk di sekolah Teknik Tinggi di Leiden. Tetapi merasa tidak cocok, sehingga pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Beliau merupakan mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri Belanda, yang pada urutannya disusul oleh putera-putera Indonesia lainnya. Dengan menggenggam gelar Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden, Sosro akhirnya melanglang buana ke seluruh Eropa, menjelajahi pelbagai pekerjaan.

Pada tahun 1917, koran Amerika The New York Herald Tribune, di Kota Wina, ibu kota Austria, membuka lowongan kerja untuk posisi wartawan perang untuk meliput Perang Dunia I. Salah satu tes adalah menyingkat-padatkan sebuah berita dalam bahasa Perancis yang panjangnya satu kolom menjadi berita yang terdiri atas kurang lebih 30 kata, dan harus ditulis dalam 4 bahasa yaitu Inggris, Spanyol, Rusia dan Perancis sendiri. Drs Raden Mas Panji Sosrokartono, putra Bumiputra yang ikut melamar, berhasil memeras berita itu menjadi 27 kata, sedangkan para pelamar lainnya rata-rata lebih dari 30 kata. Persyaratan lainnya juga bisa dipenuhi oleh RMP Sosrokartono sehingga akhirnya ia terpilih sebagai wartawan perang surat kabar bergengsi Amerika, The New York Herald Tribune.

Supaya pekerjaannya lancar, dia juga diberi pangkat Mayor oleh Panglima Perang Amerika Serikat. RMP Sosrokartono seorang poliglot, ahli banyak bahasa. Ia menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa suku di tanah Nusantara. Sebelum ia menjadi wartawan the New York Herald Tribune, ia bekerja sebagai penerjemah di Wina. Di Wina ia terkenal dengan julukan si jenius dari Timur.

Dia juga bekerja sebagai wartawan beberapa surat kabar dan majalah di Eropa. Di dalam buku 'Memoir' Drs Muhammad Hatta diceritakan kalau RMP Sosrokartono mendapat gaji 1250 Dollar dari surat kabar Amerika. Dengan gaji sebesar itu ia dapat hidup mewah di Eropa.

Sosro juga kerap mengirimi buku dan buletin kepada adiknya Kartini. Buku kiriman Sosro ini lah yang kelak menjadi pencerahan bagi Kartini untuk mendobrak tradisi dan melahirkan emansipasi wanita di Nusantara.

Sebelum Perang Dunia I berakhir, pada bulan November 1918, RMP Sosrokartono terpilih oleh blok Sekutu menjadi penerjemah tunggal, karena ia satu-satunya pelamar yang memenuhi syarat-syarat mereka yaitu ahli bahasa dan budaya di Eropa dan juga bukan bangsa Eropa. Dalam 'Memoir' tulisan Drs Muhammad Hatta ditulis kalau RMP Sosrokartono juga menguasai bahasa Basque, menjadi penerjemah pasukan Sekutu kala melewati daerah suku Basque. Suku Basque adalah salah satu suku yang hidup di Spanyol. Ketika Perang Dunia I menjelang akhir, diadakan perundingan perdamaian rahasia antara pihak yang bertikai.

Pihak-pihak yang berunding naik kereta api yang kemudian berhenti di hutan Compaigne di Perancis Selatan. Di dalam kereta api, pihak yang bertikai melakukan perundingan perdamaian rahasia. Di sekitar tempat perundingan telah dijaga ketat oleh tentara dan tidak sembarangan orang apalagi wartawan boleh mendekati tempat perundingan dalam radius 1 km. Semua hasil perundingan perdamaian rahasia tidak boleh disiarkan, dikenakan embargo sampai perundingan yang resmi berlangsung.

Dalam Sejarah Dunia, Perundingan Perdamaian Perang Dunia ke I yang resmi berlangsung di kota Versailles, di Perancis. Ketika banyak wartawan yang mencium adanya 'perundingan perdamaian rahasia' masih sibuk mencari informasi, koran Amerika The New York Herald Tribune ternyata telah berhasil memuat hasil perundingan rahasia tersebut. Penulisnya 'anonim', hanya menggunakan kode pengenal 'Bintang Tiga'. Kode tersebut di kalangan wartawan Perang Dunia ke I dikenal sebagai kode dari wartawan perang RMP Sosrokartono. Konon tulisan itu menggemparkan Amerika dan juga Eropa.

Lalu bagaimana RMP Sosrokartono bisa mendapat hasil perundingan perdamaian yang amat dirahasiakan dan dijaga ketat? Apakah RMP Sosrokartono menjadi penerjemah dalam perundingan rahasia tersebut? Kalau ia menjadi penerjemah dalam perundingan rahasia itu lalu bagaimana ia menyelundupkan beritanya keluar? Seandainya ia tidak menjadi penerjemah dalam perundingan perdamaian rahasia itu, sebagai wartawan perang, bagaimana caranya ia bisa mendapat hasil perundingan perdamaian rahasia tersebut?

Sayangnya dalam buku Biografi RMP Sosrokartono tidak ada informasi mengenai hal ini. Namun tak dapat disangkal lagi, berita tulisan RMP Sosrokartono di koran New York Herald Tribune mengenai hasil perdamaian rahasia Perang Dunia I itu merupakan prestasi luar biasa Sosrokartono sebagai wartawan perang.

Tahun 1919 didirikan Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) atas prakarsa Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson. Dari tahun 1919 sampai 1921, RMP Sosrokartono, anak Bumiputra, mampu menjabat sebagai Kepala penerjemah untuk semua bahasa yang digunakan di Liga Bangsa-Bangsa. Bahkan dia berhasil mengalahkan poliglot-poliglot dari Eropa dan Amerika sehingga meraih jabatan tersebut. Liga Bangsa-Bangsa kemudian berubah nama menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Organization) pada tahun 1921.

Tahun 1919 RMP Sosrokartono juga diangkat menjadi Atase Kebudayaan di Kedutaan Besar Perancis di Belanda. Sampai suatu ketika terdengar berita tentang sakitnya seorang anak berumur lebih kurang 12 tahun. Anak itu adalah anak dari kenalannya yang menderita sakit keras, yang tak kunjung sembuh meki sudah diobati oleh beberapa dokter.

Dengan dorongan hati yang penuh dengan cinta kasih dan hasrat yang besar untuk meringankan penderitaan orang lain, saat itu juga beliau menjenguk anak kenalannya yang sakit parah itu. Sesampainya di sana, beliau langsung meletakkan tangannya di atas dahi anak itu dan terjadilah sebuah keajaiban. Tiba-tiba si bocah yang sakit itu mulai membaik dengan hitungan detik, dan hari itu juga ia pun sembuh.

Kejadian itu membuat orang-orang yang tengah hadir di sana terheran-heran, termasuk juga dokter-dokter yang telah gagal menyembuhkan penyakit anak itu. Setelah itu, ada seorang ahli Psychiatrie dan Hypnose yang menjelaskan bahwa sebenarnya Drs. R.M.P. Sosrokartono mempunyai daya pesoonalijke magneetisme yang besar sekali yang tak disadari olehnya.

Mendengar penjelasan tersebut, akhirnya beliau merenungkan dirinya dan memutuskan menghentikan pekerjaannya di Jenewa dan pergi ke Paris untuk belajar Psychometrie dan Psychotecniek di sebuah perguruan tinggi di kota itu. Akan tetapi, karena beliau adalah lulusan Bahasa dan Sastra, maka di sana beliau hanya diterima sebagai toehoorder saja, sebab di Perguruan Tinggi tersebut secara khusus hanya disediakan untuk mahasiswa-mahasiswa lulusan medisch dokter.

Beliau kecewa, karena di sana beliau hanya dapat mengikuti mata kuliah yang sangat terbatas, tidak sesuai dengan harapan beliau. Di sela-sela hati yang digendam kecewa, datanglah ilham untuk kembali saja ke Tanah Air-nya.

RMP Sosrokartono akhirnya pulang ke tanah air tahun 1925. Ia kemudian menetap di kota Bandung.
[lia]

http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-sosrokartono-orang-indonesia-paling-jenius.html

Jumat, 19 April 2013

Wawancara HAR Tilaar (5) Pendidikan bukan buat ciptakan generasi malaikat

Wawancara HAR Tilaar (5)

Pendidikan bukan buat ciptakan generasi malaikat

Reporter : Islahudin, Alwan Ridha Ramdani
Jumat, 19 April 2013 09:24:39
Pendidikan bukan buat ciptakan generasi malaikat
Pakar pendidikan Henry Alexis Rudolf Tilaar. (merdeka.com/dok.)



Pendidikan Indonesia saat ini, bagi pakar pendidikan Henry Alexis Rudolf Tilaar, begitu ruwet. Mulai dari kurikulum kacau hingga kian menjamurnya lembaga bimbingan.

Bahkan, dia menyindir. Lembaga-lembaga bimbingan belajar itu lebih mencerdaskan ketimbang belajar di sekolah.

Berikut penuturan Tilaar saat ditemui Islahuddin dan Alwan Ridha Ramdani dari merdeka.com di tempat tinggalnya, Patra Kuningan Utara, Jakarta Selatan, Selasa (16/4) siang.

Bagaimana Anda melihat arah pendidikan dipimpin oleh dua menteri pendidikan terakhir ini?

Kita memiliki undang-undang sistem pendidikan nasional. Sebelumnya kita sudah memiliki tiga undang-undang pendidikan, yakni 1950, 1989, 2003. Menurut saya, undang-undang tidak ruwet dan tegas adalah undang-undang pendidikan 1950. Sampai sekarang saya hapal isinya.

Tujuan pendidikan Indonesia itu bukan membentuk malaikat seperti ingin dicapai kurikulum sekarang ini. Tidak muluk-muluk dan saya bilang kita ingin membentuk manusia susila yang cakap, serta tanggap akan kesejahteraan bangsa dan tanah airnya. Tidak ada yang lainnya. Kalau sekarang ini ditambahkan karakter dan watak-watak lainnya.

Semakin banyak watak dimasukkan dalam kurikulum, makin tidak ada yang diserap oleh siswa. Ini seperti makin banyak perkembangan gereja dan masjid, malah korupsi makin naik. Ini sudah salah pendidikan kita. Cakap yang susila menipu, sekarang tanggung jawab itu sudah tidak ada. Itu tidak usah jauh-jauh dan bisa diukur.

Sekarang pendidikan kita itu ingin membentuk 18 karakter dan macam-macam. Astagfirullah. Apa mereka mau menyiapkan malaikat dengan semua itu. Banyak yang bilang saya ini cerewet dalam hal itu. Itu tidak masalah bagi saya.

Bagaimana pandangan Anda tentang bimbingan belajar kian menjamur saat ini?

Saya sudah kasih tahu menteri akan hal itu. Sudah saya tuliskan dalam bentuk buku juga. Saya kasih contoh, tahun lalu di Korea Selatan, pemerintahnya melarang keberadaan bimbingan belajar. Sebab sama dengan Indonesia yang menggunakan ujian nasional. Ujian Nasional itu melahirkan bimbingan belajar. Mereka bukannya belajar, malah latihan soal untuk ujian nasional. Apa yang terjadi? Anak-anak Korea itu pulang sampai larut malam dan depresi.

Menteri bilang bimbingan belajar itu oke, menaikkan nilai kelulusan siswa. Tapi yang ada mematikan kreativitas siswa. Jadi hubungan ujian nasional dan lembaga bimbingan belajar ini akan mengalami titik jenuh, seperti di Korea Selatan. Mulai tahun lalu, Korea Selatan menutup lembaga bimbingan belajar, baik sifatnya terbuka atau tertutup. Ada polisi khusus mengawasi, kalau ketahuan akan ditangkap. Selain itu juga bekerja sama dengan orang tua siswa.

Lembaga bimbingan belajar kian menjamur, siapa yang pintar, sekolah apa lembaga bimbingan belajar?

Ini berkaitan dengan peningkatan ekonomi guru. Ini juga terkait status sosial guru. Selain itu, belum ada upaya pemerintah memperbaiki kualitas guru di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

Kembali saya contohkan Finlandia. Mereka tidak mengubah kurikulum, tapi mengubah pendidikan untuk calon guru, itu yang pertama. Itu 40 tahun lalu mereka lakukan. Saya bertemu profesor dari Universitas Harvard yang menulis buku creating inovator. Dia bilang dia meneliti perkembangan pendidikan di Finlandia.

Apa yang terjadi di sana pada 1970-an? Finlandia mengubah sistem untuk sekolah tinggi mendidik calon guru. Tidak hanya dari segi pengajaran, juga dari segi mutu, proses, dan meningkatkan daya kritisnya.

Saat profesor itu bertanya tentang kurikulum di Indonesia sudah diganti, dia kaget. Dia bilang Finlandia sebelum mengubah kurikulum sudah mempersiapkan gurunya jauh-jauh hari, sejak 40 tahun lalu. Meningkatkan kemampuan gurunya. Dia bilang Indonesia hebat, hanya butuh satu tahun untuk mengubah kurikulum pendidikan. Dia bilang lagi begini, dunia akan mencatat itu sebagai rekor dunia, rekor karena kegagalannya.

Apa memang konsep kurikulum kita sekarang buruk?

Membuat konsep itu gampang. Namun yang sulit itu, berjalan di lapangan apa tidak konsep telah direncanakan itu. Belum lagi cara kementerian sekarang. Belum ada evaluasi pada kurikulum sebelumnya sudah diganti. Jangan-jangan kurikulum 2013 ini belum dilaksanakan sudah diklaim berhasil.

Kurikulum 2013 ini adalah kurikulum kita kesebelas, luar biasa sekali. Sejak merdeka kita sudah punya sebelas kurikulum. Saya bilang ke dewan guru besar ITB bulan lalu, ini namanya proyek percobaan, pendidikan proyek. Incarannya tidak seluruh tahun pelajaran itu proyeknya, tapi hanya sebagian-sebagian. Ada beberapa mata pelajaran digabung, kemudian dalam perjalanan selanjutnya akan kembali berjalan seperti biasa. Ini sudah diincar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Anda terdengar pesimistis soal pendidikan Indonesia?

Saya tidak pesimistis. Perubahan itu adalah suatu keharusan. Namun caranya tidak begini, merugikan anak didik dan menghamburkan uang rakyat. Itulah kesalahannya. Secara teoretis juga salah, fatal, karena tidak ada evaluasi apa yang terjadi di lapangan akan kurikulum sebelumnya. Kurikulum sudah diterapkan sebelumnya itu memiliki masa pelaksanaan dalam hitungan puluhan tahun, bukan lantas diganti hanya dalam satu tahun.

Saya itu pesimistis karena persiapan tidak benar dan menurut ilmu pendidikan prosesnya salah. Kurikulum ini bukan untuk eksperimen benda mati, tapi ini manusia generasi akan datang. M. Nuh bilang menyiapkan generasi emas, tapi saya melihat sebagai emas dijadikan mainan politik. Kasihan anak cucu kita ini.

Saya melihat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara teoretis memiliki nilai positif karena membangun masyarakat secara sosial, ekonomi masyarakat bawah, dan tidak menghilangkan kebhinekaan bangsa ini. Dari situ akan dikumpulkan menjadi kekuatan besar bangsa. Ini kita tunggu berdasarkan hasil evaluasi.

Jangan hanya dibuang begitu saja dengan perubahan asal-asalan itu, semua jadi bengong. Entah itu siswa dan guru. Saya kasihan sekali dengan mereka karena menjadi kelinci percobaan.

Saya diundamg Juli lalu oleh Kementerian Pendidikan. Yang ada saat itu Pak Kasim dari Balitbang dan Pak Kasim, wakil menteri. Menterinya sudah balik duluan. Saya bicara di sana, saya keberatan dengan konsep kurikulum 2013. Untuk membuat konsep baru dimulai dari evaluasi yang terjadi di lapangan, apa kekurangannya, dan ini tuga Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Nah di acara itu ada pimpinannya. Saya tidak sebut nama. Dia kelihatan marah. Saya bilang apa yang dilakukan Balitbang selama ini? Belakangan saya tahu kepala Balitbang-nya baru. Pejabat lamanya mengundurkan diri karena tidak sepakat dengan usulan kurikulum baru ini.

Setelah bicara, saya ngobrol dengan Kepala Balitbang Khairil Anwar. Saya bilang Balitbang itu didirikan pada 1971 dan ada bagiannya. Salah satu bagiannya adalah kurikulum. Dia kaget karena baru tahu saya ketua bagian pengembangan kurikulum pertama, meski hanya sebentar. Kantornya itu di depan Kanisius. Waktu itu Balitbang Dikbud namanya. Dia adalah Balitbang percontohan dari departemen ada waktu itu mengenai penelitian.
[fas]

Wawancara HAR Tilaar (4) Kekuasaan jajah pendidikan

Wawancara HAR Tilaar (4)

Kekuasaan jajah pendidikan

Reporter : Islahudin, Alwan Ridha Ramdani
Jumat, 19 April 2013 08:41:54
Kekuasaan jajah pendidikan
Menteri Pendidikan Muhammad Nuh menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor kepresidenan, Jakarta. (rumgapres/abror rizki)



Kebebasan akademik saat ini sudah mati. Itulah kurang lebih kondisi pendidikan di Indonesia. Ketika menteri pendidikan dan kebudayaan tanpa alasan jelas mengubah kurikulum, nyaris seluruh pemimpin perguruan tinggi bungkam. Padahal mereka tahu itu tidak sesuai prosedur.

"Bukannya mengkritik, malah banyak membela," ujar pakar pendidikan Henry Alexis Rudolf Tilaar saat ditemui Islahuddin dan Alwan Ridha Ramdani dari merdeka.com di rumahnya, Patra Kuningan Utara, Jakarta Selatan, Selasa (16/4) siang. Menurut dia, kebebasan akademik itu sudah kalah dan tergadaikan oleh sistem birokrasi dan kekuasaan.

Dia menegaskan sekarang banyak pakar dan tokoh diam hanya untuk cari aman. Berikut penjelasan Tilaar.

Anda menyebut arah pendidikan Indonesia saat ini tanpa arah, kenapa para rektor perguruan tinggi tidak protes?

Kecuali ITB, malahan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) itu bungkam seribu bahasa. Saya sudah menggelitik ketua perkumpulan LPTK, Sunaryo Kartadinata, Rektor Universitas Pendidikan (UPI) Bandung, mengenai misalnya keputusan MK tentang siapa saja bisa menjadi guru.

Saya kirim pesan pendek kepada Pak Sunaryo supaya punya tanggapan akan hal itu. Apa putusan MK itu memiliki implikasi terhadap LPTK atau tidak? Jawabannya akan segera diadakan pertemuan. Ah nenek moyang lu! Ini terlalu birokratis, kalau dia ngomong takut dipecat.

Apakah karena rektor-rektor ini dipilih dengan suara 35 persen hak menteri pendidikan?

Bisa iya memang, kalau ditanya sebenarnya dia hanya ingin aman. Kalau dia bertentangan dengan kebijakan sudah ada, artinya dia melepaskan kursinya, lebih baik diam saja.

Bagaimana Anda melihat peran LPTK selama ini?

Saya melihat mereka hanya bungkam saja. Lihat bagaimana kurikulum 2013 diumumkan, mereka hanya diam saja. Malah mahasiswa berani bicara. Mereka tidak lagi kritis karena birokrasi, hanya mengikuti suara atasan mereka saja. Apalagi rektornya dipilih dengan 35 persen suara hak mendikbud. Banyak juga pakar tidak kritis lagi karena tidak pernah berpikir keluar dari kotak.

LPTK mendidik dan menghasilkan guru setiap tahun. Kenapa kampus-kampus mendidik para guru itu tidak protes akan kebijakan pendidikan saat ini? Malahan yang bersuara adalah mahasiswa. Buktinya, yang datang ke saya ada tiga BEM, Andalas, UPI dan UIN Jakarta.

Yang lain itu bungkam karena takut. Tiga ini yang bersuara. Jadi apa yang terjadi, kebebasan akademik itu sama sekali sudah mati, tidak ada fungsinya lagi oleh birokrasi. Ini juga sedang digugat UU Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, tapi tidak satu rektor pun mendukung gugatan itu, malahan ada membela.

Ketika anak-anak dari Universitas Andalas datang, sebelum dia ke MK, dia datang ke rumah ini. Kami berdiskusi, ternyata undang-undang nomor 12 ini baju baru dari Badan Hukum Milik Negara (BHMN) sebelumnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Beberapa rektor mantan BHMN membela, mereka sudah keenakan. Ada sebelas rektor, termasuk UPI Bandung, salah satu LPTK jadi BHMN, tapi mahasiswanya berani.

Akan sulit kita minta M. Nuh mundur kalau orang sudah dibungkam. Semua akan tetap berlanjut, demikian pula dengan kurikulum dan lainnya.

Ini yang saya coba kembangkan di Indonesia, hubungan antara pendidikan dan kekuasaan. Ini kurang diperhatikan oleh orang pendidikan. Saya menulis buku soal itu. Buku itu saya tulis di Harvard tahun 2003, Power and Education, ternyata dua hal itu tidak bisa dipisahkan.

Pendidikan itu di bawah tekanan politik praktis tidak kita sadari. Tampak dalam ujian nasional, kurikulum 2013. Itu sebenarnya suatu kekuatan menekan dan tidak kita sadari. Ternyata kekuatan ini dikipas-kipas oleh aliran neoliberalisme. Ini tidak mau kita akui. Kita sebenarnya hanyut dalam aliran itu. Saya pastikan rezim SBY ini sudah jauh mengikuti liberalisme

Berarti menyimpang menurut Anda?

Ya menyimpang dari UUD 1945 sebab liberalisme ini suatu faham bukan menguntungkan rakyat, tetapi kebebasan individu. Siapa kuat dia hidup, yang lemah akan mampus. Akhirnya ini bikin orang miskin dilarang sekolah, orang miskin dilarang sakit.

Apakah setelah reformasi para pemimpin alpa memilih menteri pendidikan berkualitas?

Kita ini kabinet presidensial, tapi partai-partai berkuasa. Nah bagaimana ini?

Apa memang hubungan kekuasaan dan pendidikan masih padu sampai saat ini?

Pendidikan sekarang ini sudah di bawah telapak kekuasaan, termasuk kekuasaan uang. Inilah yang terjadi, pendidikan itu harus muncul dari satu sistem sama. Saya menulis buku khusus soal ini bersama Ryan Nugroho. Dua hal ini, politik dan pendidikan, bisa berjalan beriringan. Politik bisa mengatasi pendidikan, bisa juga pendidikan mengatasi politik.

Hal itu bisa kalau muncul dari nilai yang sama. Nah untuk kita orang Indonesia, nilai yang sama itu adalah Pancasila. Kalau Pancasila sumber dari nilai politik dan pendidikan, dua ini akan saling membantu. Kalau berbeda, akan perang.

Misalnya Prancis, kenapa jilbab tidak diizinkan di sekolah-sekolah negara. Mereka melihat jilbab itu keyakinan agama tertentu. Jadi tidak diperbolehkan. Kemudian juga di Amerika Serikat, saat kolonial tidak diperbolehkan sembahyang. Sebab sekolah umum menganggap itu keyakinan tertentu.

Kalau pendidikan kita boleh berafiliasi pada keyakinan tertentu, biarkan saja. Tapi bagaimana caranya itu mengikat kebhinekaan, meski pun itu sulit.
[fas]

 http://www.merdeka.com/khas/kekuasaan-jajah-pendidikan-wawancara-har-tilaar-4.html
http://www.merdeka.com/khas/kekuasaan-jajah-pendidikan-wawancara-har-tilaar-4.html

Wawancara HAR Tilaar (3) Kurikulum 2013 kacau balau

Wawancara HAR Tilaar (3)

Kurikulum 2013 kacau balau

Reporter : Islahudin, Alwan Ridha Ramdani
Jumat, 19 April 2013 07:54:00
Kurikulum 2013 kacau balau
ujian nasional. ©2012 Merdeka.com



Henry Alexis Rudolf Tilaar termasuk pihak tidak setuju dengan bakal berlakunya kurikulum 2013. Dia menyebut isi seluruh haluan program pendidikan itu kacar semua.

"Ini kacau, kacau balau," kata Tilaar saat ditemui Islahuddin dan Alwan Ridha Ramdani dari merdeka.com di rumahnya di bilangan Patra Kuningan Utara, Jakarta Selatan, Selasa (16/4). Berikut penuturan Tilaar.

Apa benar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan diganti Kurikulum 2013 tidak berhasil?

Tidak ada yang tahu, tidak ada evaluasi, malahan KTSP di daerah terpencil tidak ada yang tahu apa itu. Yang dia tahu ujian nasional. Di Yogya ada sekolah menyelenggarakan KTSP baru tahun kemarin. Apalagi di pulau-pulau terpencil, di hutan-hutan pedalaman Kalimantan atau Papua. Ini saya jelaskan saat di rapat-rapat, bagaimana penyusunan suatu kurikulum. Bukan pada kurikulum tetapi bagaimana proses belajarnya. Kalau proses belajar tidak benar tidak ada gunanya.

Kenapa bangsa kita ini sesudah 68 tahun merdeka masih tetap kemajuannya relatif rendah? Ini disebabkan pendidikan kita mematikan kreativitas. Nah, kreativitas itu hanya bisa dibangkitkan melalui proses pembelajaran membangkitkan semangat, minat, kritis, dan menciptakan sesuatu yang produktif. Inilah proses belajar kreatif. Tapi kalau dia direcoki ujian nasional, hasilnya akan nyaris sama semua, yang berbeda akan mati.

Tapi soal ujian nasional tahun ini tidak sama, kabarnya ada 20 item?

Dia hanya ngomong, dia tidak membuktikan di lapangan dia punya konsep itu akan menghasilkan anak-anak kreatif. Dengan ujian nasional ini saja, dia sudah mematikan kreativitas anak-anak kita. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan Finlandia, dia bukan membuat kurikulum tetapi dia membuat proses belajar. Anak-anak itu dibuka kemungkinan apa yang ada dalam diri mereka, peluang tiap siswa ada.

Pertengahan tahun ini KTSP akan diganti Kurikulum 2013 dan ujian nasional tetap dilaksanakan?

Ini kacau, kacau balau. Saya setuju dengan Pak Utomo dari Universitas Paramadina, pecat saja menterinya. Suatu program itu membutuhkan biaya, jadi apa yang terjadi dengan biaya di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan? Alokasi dana untuk kurikulum itu hanya Rp 64 miliar sudah ada, tetapi dengan pelaksanaan tahap pertama dia janjikan Rp 2,47 triliun, dari mana dana itu diambil? Dia bilang akan diambil dari mana-mana. Ini merusak Rencana Strategis sudah ada dan ini berbahaya.

Apa anggaran itu karena sudah masuk 20 persen dana pendidikan dari APBN seperti dalam UUD 1945?

Jangan percaya dengan 20 persen itu. 20 persen itu rencana semula, tidak termasuk gaji guru. Sekarang itu dimasukkan, alasannya kita masih miskin. Tetapi yang korupsi itu banyak. Ini harusnya termasuk APBD bukan APBN, tetapi Anda lihat apa yang terjadi? Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bos itu jadi bus, dimakan oleh bupati atau gurunya sendiri. Makan tuh BOS dan bus itu, melayang ke angkasa bukan pada anak.

Kurikulum diganti tanpa evaluasi, berarti memang pendidikan kita memiliki program jangka panjang?

Tidak ada, hanya omong kosong. Contohnya lainnya, katanya untuk menaikkan kualitas pendidikan itu adalah guru harus mendapatkan sertifikasi. Tetapi apa yang terjadi, guru bersertifikasi dan yang tidak bersertifikasi sama saja. Yang membedakan adalah motivasi dari para guru. Guru punya pengalaman justru tidak lulus sertifikasi. Pelatihan untuk sertifikasi dilaksanakan selama tujuh hari.

Nah, apa yang diharapkan dalam tujuh hari sertifikasi? Mana ada efeknya, tidak ada efek. Artinya sekian ratus miliar dari program sertifikasi sama sekali tidak menaikkan mutu pendidikan kita. Dalam waktu dekat akan segera diterbitkan lewat studi Bank Dunia menyatakan program sertifikasi guru tidak berjalan.

Sudah banyak juga penelitian menyebut itu program gagal. Motifnya hanya uang saja. Bukan menggerakkan malah menggerakkan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk mengadakan program insentif bagi calon guru.

Sekarang dari tujuh hari tidak ada hasil. Nanti pelatihan untuk Kurikulum 2013 selama lima hari akan ditertawakan lagi. Yang tujuh hari saja nol besar hasilnya, apalagi lima hari.

Kalau sudah seperti ini, lantas apa harus segera dilakukan?

Saya kira pimpinan kita harus tegas, tidak boleh plin plan karena itu akan diikuti oleh masyarakat. Lambat dalam mengambil keputusan, hal itu terus merembet ke yang lainnya. Dalam hal ini bisa dicontoh bekas Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew. Kalau ada menteri salah, langsung dicopot.

Apa fungsi kurikulum itu secara sederhana?

Kurikulum itu hanya alat. Ini salah dilihat oleh mereka yang menyusun kebijakan pendidikan kita. Dulu sudah saya katakan ke Panja DPR, saat ketuanya Utut Adianto. Dia sarjana matematika. Saya jelaskan ke dia, kurikulum itu hanya lintasan balapan, hanya sarana saja. Yang penting ke mana tujuannya. Bagaimana kudanya, siapa jokinya.

Secara epistimologi itu untuk proses, tergantung pada jarak, apa ingin dicapai. Sedangkan kudanya, siswa itu sendiri. Kalau dia kegemukan tidak akan bagus. Jadi harus sesuai tujuannya. Kalau untuk 300 meter jangan digunakan 500 meter. Jadi kurikulum itu bukan segalanya, hanya suatu proses saja.
[fas]
http://www.merdeka.com/khas/kurikulum-2013-kacau-balau-wawancara-har-tilaar-3.html

Wawancara HAR Tilaar (2) M Nuh tidak becus jadi menteri

Wawancara HAR Tilaar (2)

M Nuh tidak becus jadi menteri

Reporter : Islahudin, Alwan Ridha Ramdani
Jumat, 19 April 2013 07:28:00
M Nuh tidak becus jadi menteri
Menteri Pendidikan Muhammad Nuh menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor kepresidenan, Jakarta. (rumgapres/abror rizki)


Hanya di Indonesia peraturan pemerintah bisa mengalahkan undang-undang. Salah satunya PP Nomor 19 tahun 2005 tentang pelaksanaan ujian nasional. Padahal dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tidak menyebut pelaksanaan ujian nasional, namun evaluasi hasil belajar siswa dilakukan oleh guru secara berkesinambungan.

Menurut pakar pendidikan Henry Alexis Rudolf Tilaar, pelaksanaan ujian nasional bukan untuk kepentingan pendidikan. Tapi karena ada anggaran besar di dalamnya. Demikian juga dengan perubahan kurikulum pada pertengahan tahun ini. Dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2009-2014 tidak ada program pergantian kurikulum.

"Kementerian ini sudah kebelinger," kata Tilaar mengomentari kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini.

Berikut penuturan Tilaar tentang kejanggalan kurikulum 2013 akan diluncurkan pertengahan tahun ini kepada Islahuddin dan Alwan Ridha Ramdani dari merdeka.com pada Selasa (16/4) siang di kediamannya, bilangan Patra Kuningan Utara, Jakarta Selatan.

Anda tidak sepakat dengan kurikulum 2013, lantas berapa tahun idealnya perubahan kurikulum dilakukan?

Suatu perubahan itu harus mengerti dulu apa yang terjadi di lapangan. Konsep itu tidak terus di awang-awang, tapi harus diterapkan dulu di lapangan, layak atau tidak. Kalau tidak, diperbaiki terus konsepnya. Saya sudah bilang begitu. Apa itu didengarkan atau tidak?

Bulan lalu saya diundang majelis guru besar ITB membahas kurikulum 2013. Saya diminta memberi masukan. Di situ saya bilang bukan hanya isinya kacau tapi juga belum ada contoh model.

Saya bawa dokumen kurikulum 1934 dan 1937 dan itu bukan kurikulum sembarangan. Dalam kurikulum 2013 ini, bagaimana bisa mata pelajaran disatukan dengan Bahasa Indonesia. Ada banyak keanehan di situ. Bagaimana menerapkan pelajaran matematika, ilmu pengetahuan alam dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Belum lagi dengan setumpuk moral dibebankan dalam pelajaran itu. Kacaulah semuanya.

Meski saya terus mengkritik, saya tetap diundang. Tahun lalu saya diminta membahas pendidikan karakter. Itu juga saya hantam konsepnya. Yang saya hantam itu Pak Musliar Kasim, wakil menteri. Dia itu ahli tanah, mantan rektor Universitas Andalas, Padang (Sumatera Barat). Saat itu ada dua tim, satu merumuskan karakter menurut pendidikan dan kebudayaan. Kalau dalam kebudayaan itu sudah dikenal nilai-nilai luhur, ini akan menjadi elemen dasarnya.

Saya tanya bagaimana dengan pendidikan karakter itu? Dia jawab ada 18 watak. Saya bilang 18 watak dia sebut itu saya temukan di Korea Selatan. Sama saja, apakah salah kalau karakter kehidupan kita berbangsa adalah Pancasila.

Saya katakan kenapa karakter bukan berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945. Ini malah diambil dari mana-mana. Dari Jepang, Korea Selatan, dan lainnya. Ini kementerian sudah kebelinger. Yang jelas-jelas sudah ada dan gampang tidak diadopsi, malah cari yang susah.

Sejak kapan Anda melihat pendidikan kita kacau tanpa arah?

Sejak kita tidak punya GBHN. Sejak zaman reformasi sebenarnya bagus karena akan dibawa ke daerah. Makanya lahirlah UU Otonomi Daerah. Hasilnya lahirlah kurikulum 2006 dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Itu bagus, membawa pendidikan ke lokal untuk dikembangkan. Itu belum dievaluasi sudah diganti kurikulum 2013.

Apa akibatnya? Bukunya harus baru, gurunya bingung tidak tahu harus ngapain. Saya bilang begini di pertemuan guru PGRI, Kurikulum 2013 itu pasti gagal. Siapa akan disalahkan oleh masyarakat akan hal ini? Bukan menteri dan jajaran di bawahnya, tapi kalian para guru akan dimintai tanggung jawab. Karena menterinya bisa saja ganti pada periode berikutnya.

Saya dapat pesan singkat dari teman saya Pak Utomo Dananjaya, Universitas Paramadina. Dia bilang begini, Januari 2013 Mendikbud M. Nuh menjanjikan pelaksanaan kurikulum 2013 dengan melatih 400 ribu tutor. Terus mencetak buku teks panduan untuk guru. Bulan Maret dia bilang hanya kelas I, IV, VIII, dan X akan dikenai kurikulum itu. Bulan April hanya lima persen rencana pelaksanaan.

M. Nuh gagal menjalankan tugasnya. Berhenti atau dipecat oleh presiden, kata Utomo. Saya bilang ke Pak Utomo, saya setuju dengan itu. M Nuh tidak becus jadi Mendikbud.

Kalau mau mengubah kurikulum, mestinya seperti apa?

Dalam teori pendidikan, mengubah kurikulum itu bukan sekali jadi karena pendidikan itu kebutuhan praktis. Jadi kalau hanya sampai tataran teori, itu belum masuk bagian pendidikan. Pendidikan itu suatu proses praktis di lapangan. Jadi apa yang terjadi pada kurikulum 2013 ini, dia datang sebegitu rupa, mendadak, dan menghilangkan apa yang ada di lapangan.

Akibatnya apa? Bingung. Guru bingung, anak bingung, masyarakat bingung karena tidak diikuti proses di lapangan.

Wawancara HR Tilaar (1) UN Lebih Banyak Mudarat Ketimbang Manfaat

Wawancara HAR Tilaar (1)

Ujian nasional lebih banyak mudarat ketimbang manfaat

Reporter : Islahudin, Alwan Ridha Ramdani
Jumat, 19 April 2013 07:00:00
Ujian nasional lebih banyak mudarat ketimbang manfaat
Pakar pendidikan Henry Alexis Rudolf Tilaar. (merdeka.com/dok.)


Menurut pakar pendidikan Henry Alexis Rudolf Tilaar, pemerintah saat ini tidak memiliki komitmen memperbaiki mutu pendidikan. Bahkan mereka dinilai tidak memiliki konsep jelas dan menyeluruh soal pendidikan Indonesia ke depan.

Konsep ujian nasional diprotes sejak 2006 tidak ada dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Meski begitu, pemerintah tetap melaksanakan. Ujian nasional kerap dirundung masalah, bahkan tahun ini bisa disebut pelaksanaan terburuk.

Tilaar menegaskan keterlambatan pelaksanaan ujian nasional di sebelas provinsi menunjukkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh tidak becus.

Berikut petikan wawancara Tilaar dengan Islahuddin dan Alwan Ridha Ramdani dari merdeka.com pada Selasa (16/4) siang di kediamannya yang asri di bilangan Patra Kuningan Utara, Jakarta Selatan.

Bagaimana Anda melihat pelaksanaan ujian nasional tahun ini?

Sejak 2006 saat ujian nasional muncul, saya sudah tidak sependapat. Bahkan saya gugat sampai Mahkamah Agung, tapi keputusannya tidak digubris oleh menteri pendidikan dan kebudayaan.

Pendapat yang mana Anda maksud?

Pendapat itu saya tuangkan dalam buku Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. Di situ saya tulis dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ujian nasional tidak dilaksanakan lagi. Tapi di lapangan, ujian nasional jalan terus karena dananya sudah ada.

Terus apa yang salah dari ujian nasional ini?

Yang saya persoalkan, apa sebenarnya tujuan dari ujian nasional? Apakah menghakimi anak atau meningkatkan mutu pendidikan nasional. Ini dua masalahnya. Pada 2006, ini menjadi polemik di surat kabar. Katanya ujian nasional bisa meningkatkan mutu pendidikan nasional, tapi yang terjadi malah memunculkan nilai-nilai negatif dalam pelaksanaan.

Saya pernah bicara di Yayasan Air Guru di Medan. Saya bicara atas undangan mereka dihadiri 1.200 guru Sumatera Utara. Ada kasus terjadi di sana, guru mau jujur dalam pelaksanaan ujian nasional malah dipecat. Tahun lalu, ada anak mengajak temannya jujur malah dipermasalahkan sampai ibunya dikucilkan dari kampung. Inilah akibatnya, yang jujur hancur. Inilah ekses-ekses ujian nasional menghakimi anak.

Jadi efek negatifnya lebih banyak?

Nilai-nilai negatif itu banyak muncul di situ. Terjadinya pembocoran jawaban. Malahan saya ingat pada 2006, polisi membawa lembar ujian. Setelah diprotes, kemudian diganti dosen atau pengawas, tapi itu tidak menyelesaikan masalah.

Apa saja masalah lainnya menurut Anda?

Kepala dinas itu menyuruh kepala sekolah meluluskan seratus persen. Ada target di situ. Kenapa? Kepala sekolah di bawah kepala dinas. Sedangkan kepala dinas ini bawahannya bupati. Sedangkan bupati bilang kalau tidak lulus maka akan dipindahkan. Apalagi banyak dari mereka itu tim sukses bupati, jadinya pokoknya lulus seratus persen.

Apa Anda pernah menemukan efek buruk dari ujian nasional ini?

Ada seorang mahasiswa unggulan lulusan ujian nasional masuk ITB. Tetapi dia tidak bisa mengikuti pelajaran sehingga terus mengulang. Dia tidak bisa dikeluarkan karena sudah mendapatkan beasiswa dari daerah. Tetapi di daerah-daerah itu lulus seratus persen. Ini adalah ekses-ekses. Ujian nasional bukan untuk membantu anak tetapi menghakimi anak.

Jadi memang ujian nasional tidak memiliki peran dalam peningkatan mutu pendidikan nasional?

Saya lebih sepakat menggunakan istilah evaluasi proses pendidikan. Sebab ujian itu sesuatu yang sesat. Sedangkan pendidikan di sekolah itu suatu proses dan proses ini sangat panjang. Maka yang tahu proses ini adalah guru, bukan menteri. Jadi yang mengevaluasi proses belajar itu harus sekolah. Tapi ini dihilangkan oleh ujian nasional. Kita lihat misalnya anak-anak kelas enam SD atau kelas tiga SMP dan SMA, pelajarannya adalah mempersiapkan mata pelajaran ujian nasional. Yang tidak diujikan dalam ujian nasional tidak dipelajari.

Ini berakibat pada merosotnya nasionalisme anak-anak Indonesia. Sebab sejarah tidak dimasukkan, geografi juga tidak dimasukan. Jadi anak-anak kita tidak tahu apa itu Sabang sampai Merauke. Anak-anak tidak tahu perjuangan bangsa Indonesia ini.

Suatu ketika saya pernah bertemu anak orang kaya. Anak itu saya tanya siapa Soekarno? Jawaban anak itu, Soekarno adalah anak Hatta. Jawaban itu karena dia sering bolak-balik ke Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Bagaimana pendapat Anda tentang kacaunya ujian nasional tahun ini?

Kemarin saya di telepon oleh adik-adik saya di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Mereka bilang begini, kami ini pengawas dari Universitas Tadulako, kita sudah sampai di Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah. Kami dapat uang jalan untuk delapan hari. Sudah empat hari kami di sini menunggu ujian, ternyata diundur. Kami harus bagaimana? Saya perintahkan pulang saja, ini adalah mismanajemen dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka ngotot ujian nasional tetap dijalankan.

Seberapa kecewa Anda dengan pelaksanaan ujian nasional tahun ini?

Lihat saja, sejak 2006 saya sudah menulis, tapi tidak mau dibaca oleh menteri. Mereka itu sudah dikuasai falsafah positivisme, segala sesuatu bisa dihitung. Itu tidak bisa jadi kebijakan. Anak didik ini bukan barang produksi, dia adalah anak Indonesia. Dia punya perasaan, punya pikiran, harus kita bawa menjadi manusia Indonesia, bukan robot.

Bagaimana dengan ujian nasional yang molor di sebelas provinsi?

Saya katakan ini mismanajemen. Jauh-jauh hari sudah ditetapkan dan pemilihan percetakan, apakah benar-benar mumpuni. Ternyata percetakannya konyol, tidak sanggup. Makanya, ini mesti diteliti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kementerian Keuangan, apa yang terjadi di sana.

Apa tidak cukup investigasi internal kementerian?

Ya internal juga, terutama dalam pemilihan percetakan. Misalnya begini, kenapa harus dicetak di Jawa, apakah di provinsi itu tidak memiliki percetakan? Di beberapa provinsi ada percetakan negara, kenapa tidak menggunakan itu. Kalau menggunakan percetakan negara, jelas mereka tidak mendapatkan uang. Masak, sudah 68 tahun merdeka, daerah tidak punya percetakan. Ini aneh.

Pendidikan sudah jadi permainan politik. Ini korupsi. Contohnya juga bisa dilihat dalam pembuatan kurikulum. Saat uji publik kurikulum baru, saya protes. Itu tidak ada dalam Rencana Strategis 2009-2014 kementerian. Di situ disebut tidak ada pergantian kurikulum.

Menteri pendidikan dan kebudayaan bilang alasannya Keppres nomor 10 soal Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Saya bilang begini, Keppres itu lebih rendah dari undang-undang. Saya bicara begitu, malah Menteri Nuh kabur. Padahal saya diundang untuk uji publik, artinya publik yang menguji.

Biodata

Nama:
Prof. Dr. Henry Alexis Rudolf Tilaar., M. Sc. Ed

Tempat dan Tanggal Lahir:
16 Juni 1932

Istri:
Martha Tilaar

Pendidikan:
Sekolah Pendidikan Guru, Bandung (1950-1942)
Ijazah Pedagogi, Bandung (1957-1959)
Sarjana, Universitas Indonesia (1961)
Master of Sciense of education, Universitas Chicago (1967)
Doctor of education, Universitas Chicago (1969)

Karier:
Guru Sekolah Rakyat, Bandung (1952)
Guru Besar Emeritus, Universitas Negeri Jakarta
Anggota Dewan Riset Nasional (1994-2004)
Staf inti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (1970-1993)
Asisten Menteri Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia